A. Gambaran Umun Pemfigus Vulgaris
1. Anatomi Fisiologi Kulit
(www.anatomyofskin.com)
Gambar 1. Anatomi kulit
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar menutupi dan melindungi permukaan tubuh, berhubungan dengan selaput lendir yang melapisi rongga – rongga, lubang – lubang masuk. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar keringant dan kelenjar mukosa. Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan subkutan (Syaifudin, 2006).
a. Epidermis
Epidermis terdiri dari beberapa lapisan sel yaitu :
(1) Stratum koneum
Selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah mati, dan mengandung zat keratin.
(2) Stratum lusidum
Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum adalah se – sel sudah banyak yang kehilangan inti dan butir – butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat di telapak tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperi suatu pita yang bening, batas – batas sel sudah tidak begitu terlihat.
(3) Sratum granulosum
Stratum ini terdiri dari sel – sel pipih seperti kumparan. Sel – sel tersebut terdapat hanya 2 – 3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit. Dalam sitoplasma terdapat butir – butir yang disebut keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karena banyaknya butir – butir stratum granulosum.
(4) Sratum spinosum/stratum akantosum
Lapisan sratum spinosum/stratum akantosum merupakan laisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5 – 8 lapisan. Sel – selnya disebut spinosum karena jika kita lihat di bawah mikroskop sel – selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyal sudut) dan mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum karena sel – selnya berduri. Ternyata spina dan tanduk tersebut adalah hubungan antara sel yang lain yang disebut intercelular bridges atau jembatan interseluler.
(5) Stratum basal/geminatifum
Stratum basal/geminatifum disebut basal karena sel – selnya terletak di bagian basal. Stratum germatifum menggantikan sel – sel yang diatasnya dan merupakan sel – sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir – butir yang halus disebut butir melanin warna. Sel tersebut seperti pagar (palidase) di bagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran yang disebut membran basalis. Sel – sel basalis dengan membran basalis merupakan batas bawah dari epidermis dengan dermis. Ternyata batas ini tidak datar tetapi bergelombang. Pada waktu kerium menonjol pada epidermis tonjolan ini disebut papila kori (papila kulit), dan epidermis menonjol ke arah korium. Tonjolan ini disebut rete ridges atau rete pegg (prosessus interpapilaris).
b. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Batas dengan epidermis dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya kita ambil sebagai patokan adalah mulainya terdapat sel lemak.
Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas , pars papilaris (stratum papilar) dan bagian bawah, retikularis (stratum retikularis). Batas antara pars papilaris dan pars retikularis adalah bagian bawahnya sampai ke subkutis. Baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari jaringan longgar yang tersusun dari serabut – serabut yaitu serabut kolagen, serabut elastis, dan serabut retikulus.
Serabut ini saling beranyaman dan masing – masing mempunyai tugas yang berbeda. Serabut kolagen, untuk memberikan kekuatan pada kulit, serabut elastis, memberikan kelenturan pada kulit, dan retikulus, terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut dan memberikan kekuatan pada alai tersebut.
c. Subkutan
Subkutis terdiri dari kumpulan – kumpulan sel – sel lemak dan di antara gerombolan ini berjalan serabut – serabut jaringan ikat dermis. Sel – sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak di pinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap – tiap tempat dan juga pembagian antara laki – laki dan perempuan tidak sama (berlainan). Guna penikulus adiposus adalah sebagai shock breaker atau pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh. Di bawah subkutis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot.
2. Pengertian Pemfigus Vulgaris
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai dengan timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada kulit yang tampak normal dan membrane ukosa (misalnya mulut dan vagina) (Brunner, 2002)
Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan membrane mukosa yag menyebabkan timbulnya bula atau lepuh biasanya terjadi di mulut, idung, tenggorokan, dan genital (www.pemfigus.org.com).
Jadi Pemfigus vulgaris adalah “autoimmune disorder” yaitu system imun memproduksi antibody yang menyerang spesifik pada protein kulit dan membrane mukosa. Antibodi ini menghasilkan reaksi yang menimbulkan pemisahan pada lapisan sel epidermis (akantolisis) satu sama lain karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel. Tepatnya perkembangan antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody) belum diketahui (www.pemfigus.org.com).
3. Etiologi
Etiologi yang pasti semua penyakit pemfigus masih belum diketahui. Akhir-akhir ini D-penisilamin telah disebutkan sebagai faktor etiologi yang dapat menginduksikan pemfigus vulgaris pada penderita yang mendapatkan obat ini. Penemuan auto-antibody didalam serum penderita pemfigus telah membuktikan bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan autoimunitas. Dimana sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang protein tertentu di permukaan kulit dan selaput lendir. Antibodi ini menimbulkan suatu reaksi yang menyebabkan pemisahan sel-sel epidermis kulit (akantolisis). Penyebab yang pasti dari pembentukan antibodi yang melawan jaringan tubuhnya sendiri, tidak diketahui.
4. Patofisiologi
Pada mulanya ditemukan dengan lesi oral yang tampak sebagai erosi yang bentuk ireguler terasa nyeri, mudah berdarah dan sembuhnya lambat. Bulla pada kulit akan membesar, pecah dan meninggalkan daerah-daerah erosi yang lebar serta nyeri yang disertai dengan pembentukan kusta dan perembesan cairan. Bau yang menusuk dan khas akan memancar dari bulla dan serum yang merembes keluar. Kalau dilakukan penekanan yang minimal akan terjadi pembentukan lepuh atau pengelupasan kulit yang normal (tanda Nicolsky) kulit yang erosi sembuh dengan lambat sehingga akhirnya daerah tubuh yang terkena sangat luas, superinfeksi bakteri sering yang terjadi. Komplikasi yang sering pada pemfigus/pemfigus vulgaris terjadi ketika proses penyakit tersebut menyebar luas. Sebelum ditemukannya kortikosteroid dan terapi imunosupresif, pasien sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Bakteri kulit mudah mencapai bula karena bula mengalami perembesan cairan, pacah dan meninggalkan daerah terkelupas yang terbuka terhadap lingkungan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit karena kehilangan cairan serta protein ketika bula mengalami rupture. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalu proses mencapai kulit tubuh dan membrane mukosa yang luas (Brunner, 2002).
5. Tanda dan Gejala
Gejala klinis pemfigus vulgaris biasanya didahului dengan keluhan subyektif berupa malaise, anoreksia, subfebris, kulit terasa panas dan sakit serta sulit menelan. Rasa gatal (pruritus) jarang didapat. Kelainan kulit ditandai dengan bula derdinding kendor yang timbul di atas kulit normal atau pada selaput lendir. Lebih dari setengan penderita pemfigus vulgaris didapatkan lesi pada mukosa mulut yang akan diikuti beberapa bulan kemudian dengan lesi kulit. Bila bula itu pecah akan menimbulkan erosi yang akan terasa nyeri dan akan meluas ke bibir menyebabkan terjadinya fisura dengan krusta di atasnya. Bila lese mengenai faring, akan timbul kerusakan menelan karena sakitnya. Selaput lendir lain juga dapat terkena, seperti konjungtiva, hidung, vulva penis, dan mukosa rektum atau anus. Daerah predileksi biasanya mengenai muka, badan, daerah yang terkena tekanan, lipat paha dan aksila. Bula berdinding kendor mula – mula berisi cairan jernih yang kemudian menjadi keruh (seropurulen) atau hemoragik. Dinding bula mudah pecah dan menimbulkan daerah – daerah erosi yang luas (denuded area), basah, mudah berdarah, dan tertutup krusta. Bila terjadi penyembuhan, lesi meninggalkan bercak – bercak hiperpigmentasitanpa jaringan parut. Daerah – daerah erosi pada tubuh dan mulut menimbulkan bau yang merangsang dan tidak sedap. Tanda dari Nikolsky dapat ditemukan dengan cara kulit yang terlihat normal akan terkelupas apabila ditekan dengan ujung jari secara hati – hati atau isi bula yang masih utuh melebar bila kita lakukan hal yang sama (bulla spread phenomenon). Hal ini menunjukkan kohesi antara sel – sel epidermis telah hilang.
6. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering pada pemfigus vulgaris terjadi ketika proses penyakit tersebut menyebar luas. Sebelum ditemukannya kortikosteroid dan terapi imunosupresif, pasien sangat rentan terhadap infeksi bakteri sekunder. Bakteri kulit relatif mudah mencapai bula karena bula mengalami perembasan cairan, pecah dan meninggalkan daerah – daerah terkelupas yang terbuka terhadap lingkungan. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit terjadi akibat kehilangan cairan serta protein ketika bula mengalami ruptur. Hipoalbuminemia lazim dijumpai kalau proses penyakitnya mencakup daerah permukaan kulit tubuh dan membran mukosa yang luas.
7. Pencegahan
Pencegahan ditujukan pada pola hidup sehat dan tidak mengkonsumsi obat – obatan secara berlebihan karena dari beberapa penelitian penyebutkan ada beberapa golongan obat yang menjadi faktor pencetus pemfigus vulgaris.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan visula oleh dermatologis.
b. Biopsi lesi, dengan cara memecahkan bula dab membuan apusan untuk diperiksa di bawah mikroskop atau pemeriksanaan immunofluoresent.
c. Tzank test, apusan dari dasar bula yang menunjukkan akantolisis.
d. Nikolsky’s sign positif bila dilakukan penekanan minimal akan terjadi pembentukan lepuh dan pengelupasan kulit.
9. Penanganan / Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi adalah untuk mengendalikan penyakit secepat mungkin, mencegah hilangnya serum sreta terjadinya infeksi sekunder, dan meningkatnya pembentukan ulang epitel kulit (pembaharuan jaringan epitel). Kortikosteroid diberikan dengan dosis tinggi untuk mengendalikan penyakit dan menjaga agar kulit bebas dari bula. Kadar dosis yang tinggi , dipertahankan sampai kesembuhan terlihat jelas. Pada sebagian kasus, terapi kortikosteroid harus dipertahankan seumur hidup penderitanya. Kortikosteroid diberika bersama makanan atau segera sesudah makan, dan dapat disertai pemberian antasid sebagai profilaksis untuk mencegah komlpikasi lambung. Yang penting dalam penatalaksanaan terapeutik adalah evaluasi berat badan, tekanan darah, kadar gula darah, dan keseimbangancairan setiap hari. Preparat imunosupresif (azatioprin, siklofosfamid, emas) dapat diresepkan dokter untuk mengendalikan penyakit dan mengurangi takaran kortikosteroid. Plasma feresis (pertukaran pasma) secara temporer akan menurunka kadar antibodiserum dan pernah digunakan dengan keberhasilan yang bervariasi sekalipun tindakan ini umumnya hanya dilakukan untuk kasus – kasus yang mengancam jiwa pasien. (KTI. I.B. GD. Artha Pramana Putra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar